Pemerintah Provinsi Bali baru-baru ini mengeluarkan aturan yang melarang penjualan air kemasan di bawah satu liter. Aturan ini menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan pelaku usaha minuman ringan.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASMRI) menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan tersebut, karena berpotensi menurunkan keuntungan para anggotanya. Mereka memperkirakan penurunan keuntungan hingga 5%.
Dampak Aturan Larangan Air Kemasan di Bawah Satu Liter terhadap Industri Minuman Ringan
Ketua Umum ASMRI, Triyono Prijosoesilo, mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak aturan ini terhadap industri minuman ringan di Bali. Pasar Bali, menurutnya, cukup besar dan potensial.
Penurunan keuntungan diperkirakan mencapai 5% karena pembatasan produksi dan distribusi. Hal ini akan berdampak signifikan pada pendapatan pengusaha, terutama di Bali.
Upaya ASMRI dalam Mengatasi Masalah Sampah di Bali
Meskipun menyayangkan aturan tersebut, ASMRI mengakui pentingnya menjaga kebersihan lingkungan di Bali. Triyono menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan produsen dalam mengatasi masalah sampah.
ASMRI telah menjalin kerja sama dengan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Bali untuk memilah sampah. Kerja sama ini terbukti efektif dalam memilah sampah bernilai tinggi seperti plastik, kertas, dan besi.
Triyono mengusulkan agar pemerintah dan produsen minuman bekerja sama untuk mengelola dan mendaur ulang sampah. Ini akan menjadi solusi yang lebih berkelanjutan daripada pelarangan penjualan air kemasan berukuran kecil.
ASMRI siap untuk meningkatkan kerja sama dengan pemerintah Bali dalam pengelolaan sampah. Mereka berharap dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan antara pelestarian lingkungan dan keberlangsungan usaha.
Tanggapan Gubernur Bali dan Kontroversi Aturan
Gubernur Bali, Wayan Koster, menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, yang memuat aturan larangan tersebut.
Aturan ini menimbulkan kontroversi karena berpotensi merugikan pelaku usaha, khususnya UMKM. Gubernur Koster mengancam pencabutan izin usaha bagi yang melanggar aturan ini.
Koster membantah bahwa kebijakan ini akan mematikan usaha. Ia menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Ia mengajak para pelaku usaha untuk tetap berproduksi, namun dengan cara yang ramah lingkungan.
Meskipun Gubernur Koster berpendapat kebijakan ini tidak akan mematikan usaha, kekhawatiran ASMRI tetap beralasan mengingat signifikansi pasar Bali bagi industri minuman ringan. Persoalannya terletak pada menemukan keseimbangan antara keberlanjutan usaha dan pelestarian lingkungan.
Ke depannya, dialog dan kolaborasi yang lebih intensif antara pemerintah dan ASMRI sangat penting untuk menemukan solusi yang tepat. Solusi ini harus dapat menyeimbangkan upaya pelestarian lingkungan dengan keberlanjutan usaha para pelaku industri minuman ringan di Bali.
Perlu dikaji lebih lanjut apakah pelarangan penjualan air kemasan di bawah satu liter merupakan solusi yang tepat atau justru menimbulkan masalah baru. Mungkin terdapat pendekatan lain yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah sampah di Bali tanpa harus merugikan pelaku usaha.
