Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 mengalami perlambatan, tercatat sebesar 4,87% secara tahunan (YoY). Ini merupakan angka pertumbuhan paling rendah sejak kuartal III 2021, menunjukkan tekanan signifikan pada aktivitas ekonomi domestik.
Perlambatan ini, menurut Permata Institute for Economic Research (PIER), disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya ketidakpastian global dan melemahnya daya beli masyarakat.
Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi: Dampak Ketidakpastian Global dan Daya Beli
Meningkatnya ketidakpastian akibat perang dagang global telah menyebabkan banyak perusahaan menunda rencana investasi dan ekspansi. Hal ini berdampak langsung pada aktivitas ekonomi.
Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menekankan perlunya kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan penyaluran stimulus yang tepat sasaran untuk merangsang konsumsi dan investasi domestik.
Konsumsi masyarakat, terutama untuk barang tahan lama, mengalami penurunan. Penjualan kendaraan bermotor, khususnya mobil baru, ikut terdampak.
Masyarakat cenderung melakukan *down trading*, memilih produk sejenis dengan harga lebih terjangkau. Penjualan mobil bekas justru meningkat sebagai konsekuensinya.
Melemahnya Daya Beli dan Konsumsi Rumah Tangga
Momentum Lebaran dan Idul Fitri tahun ini tidak memberikan dorongan signifikan terhadap belanja, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Peningkatan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pertumbuhan pendapatan yang stagnan membuat masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan pokok.
Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% YoY, melambat karena penurunan daya beli pada sektor makanan, minuman, transportasi, dan komunikasi.
Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) hanya meningkat 2,12% YoY, karena lemahnya investasi pada bangunan dan mesin.
Belanja pemerintah bahkan mengalami kontraksi sebesar 1,38% YoY, akibat efek *base effect* dari belanja tinggi pada tahun pemilu sebelumnya.
Sektor Ekspor dan Domestik: Performa yang Berbeda
Meskipun demikian, ada beberapa sektor yang menunjukkan kinerja positif. Ekspor barang dan jasa meningkat, didorong oleh penguatan ekspor nonmigas.
Sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi (10,52% YoY) berkat lonjakan produksi padi dan jagung.
Industri manufaktur tumbuh stabil (4,55% YoY) karena kuatnya permintaan ekspor logam dasar.
Sektor perdagangan tumbuh 5,03%, ditopang momentum Ramadan. Sektor jasa juga menunjukkan ketahanan berkat peningkatan aktivitas pariwisata.
Sektor berorientasi ekspor yang bergantung pada pasar Amerika Serikat, seperti tekstil dan garmen, berpotensi terdampak cukup berat akibat perang dagang.
Namun, sektor berbasis domestik seperti jasa dan perdagangan tetap menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Potensi pelonggaran moneter terbuka jika ketidakpastian global mereda dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menguat. Bank Indonesia berpotensi memangkas suku bunga acuan hingga 50 basis poin sepanjang sisa tahun.
Secara keseluruhan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 menjadi sinyal penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Pentingnya fokus pada peningkatan daya beli masyarakat dan penciptaan iklim investasi yang kondusif menjadi kunci pemulihan ekonomi ke depan. Peran sektor domestik sebagai penopang pertumbuhan juga perlu terus dioptimalkan.





