Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat pada tahun 2025. Permata Institute for Economic Research (PIER), lembaga riset ekonomi milik Permata Bank, memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 4,5-5,0%. Angka ini lebih rendah dari capaian 5,03% pada tahun 2024 dan perkiraan awal sebesar 5,11%.
Perlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama tekanan global yang berkelanjutan. Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan detailnya dalam acara PIER Q1 2025 Economic Review di Jakarta pada Rabu (14/5/2025).
Faktor-Faktor Penyebab Perlambatan Ekonomi Indonesia di Tahun 2025
Penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor utama. Hal ini dipicu oleh peningkatan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor dan dampak perang dagang.
Ketegangan perdagangan global juga mendorong pelaku usaha menunda investasi dan ekspansi bisnis mereka. Kondisi ini semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Josua Pardede menyarankan pemerintah untuk merespons dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus yang tepat sasaran. Hal ini diharapkan dapat mendorong kembali konsumsi dan investasi domestik.
Dampak Perang Dagang dan Ketidakpastian Global
Ketidakpastian global akibat perang dagang menekan arus investasi dan konsumsi dalam negeri. Dampaknya bervariasi pada berbagai sektor ekonomi.
Sektor-sektor berorientasi ekspor yang bergantung pada pasar Amerika Serikat, seperti tekstil dan garmen, kulit dan alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet, diperkirakan akan terdampak cukup berat.
Meskipun demikian, sektor berbasis domestik seperti jasa dan perdagangan masih diproyeksikan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Ini menjadi penopang di tengah perlambatan sektor ekspor.
Analisis Data Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor-Sektor yang Terdampak
Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% YoY, namun sedikit melambat karena penurunan daya beli di sektor makanan, minuman, transportasi, dan komunikasi.
Investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya meningkat 2,12% YoY, disebabkan oleh lemahnya investasi di sektor bangunan dan mesin.
Belanja pemerintah mengalami kontraksi sebesar 1,38% YoY, sebagai dampak dari belanja tinggi pada tahun pemilu sebelumnya (efek base effect).
Penurunan ekspor batubara dan gangguan produksi Freeport yang sedang menjalani perawatan juga memberikan dampak signifikan. Keterlambatan perizinan ekspor konsentrat turut memperparah situasi.
Dampaknya cukup besar terhadap perekonomian regional, terutama Papua yang terkontraksi hingga 13%. Hal ini menunjukkan kerentanan ekonomi regional terhadap faktor-faktor eksternal.
PIER berkomitmen untuk terus memberikan analisis makroekonomi, tren industri strategis, dan pembaruan pasar. Informasi ini bertujuan untuk membantu pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat luas dalam menghadapi tantangan global yang dinamis.
Dengan memahami faktor-faktor penyebab perlambatan dan dampaknya pada berbagai sektor, diharapkan pemerintah dan pelaku usaha dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Perlu adanya strategi yang tepat untuk mengatasi penurunan daya beli masyarakat dan dampak negatif dari perang dagang. Diversifikasi pasar ekspor dan peningkatan daya saing produk domestik juga menjadi hal yang krusial.
