Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor konstruksi, yakni PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), mencatatkan kinerja keuangan negatif pada kuartal I 2025. Laporan keuangan mereka menunjukkan penurunan pendapatan dan laba, meskipun terdapat pengurangan utang. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang prospek BUMN Karya ke depan, terutama di tengah proyek-proyek strategis nasional.
Penurunan kinerja ini terlihat jelas pada indikator-indikator keuangan utama. Meskipun utang mengalami penyusutan, pendapatan dan laba bersih mengalami penurunan signifikan di seluruh perusahaan.
Kinerja Keuangan BUMN Karya Kuartal I 2025
PTPP mencatat utang sebesar Rp 41,1 triliun pada kuartal I 2025, dengan pendapatan turun dari Rp 4,6 triliun di kuartal I 2024 menjadi Rp 3,5 triliun. Laba bersih juga menyusut dari Rp 94,6 miliar menjadi Rp 59,38 miliar.
ADHI memiliki utang Rp 24,8 triliun (turun dari Rp 25,3 triliun di tahun sebelumnya), tetapi pendapatannya turun drastis dari Rp 2,6 triliun menjadi Rp 1,6 triliun. Laba bersihnya pun anjlok dari Rp 10,15 miliar menjadi hanya Rp 316 juta.
WIKA berhasil mengurangi utang menjadi Rp 50,04 triliun dari Rp 51,6 triliun. Namun, laba kotor menurun dari Rp 284 miliar menjadi Rp 231 miliar. Meskipun demikian, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk masih tercatat sebesar Rp 780,1 miliar.
WSKT masih memiliki utang yang cukup besar, yaitu Rp 68,1 triliun (turun dari Rp 69,2 triliun). Pendapatan usaha juga menyusut dari Rp 2,1 triliun menjadi Rp 1,3 triliun. Lebih mengkhawatirkan lagi, perusahaan ini mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 1,24 triliun, meningkat dari kerugian Rp 939,55 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Analisis Dampak dan Prospek
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, menjelaskan bahwa harga saham beberapa BUMN Karya sempat melonjak setelah pengumuman pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Kenaikan ini terutama terlihat pada saham PTPP dan ADHI.
Namun, setelah kinerja kuartalan diumumkan, harga saham kedua emiten tersebut terkoreksi. Meskipun demikian, Nafan melihat sisi positif berupa penurunan utang.
Ia menambahkan bahwa kebijakan pemerintah yang lebih populis daripada fokus pada proyek strategis nasional (PSN) berdampak pada laba bersih perusahaan. Namun, Nafan berharap Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dapat mendorong kinerja keuangan dan harga saham BUMN Karya.
Pergerakan Harga Saham dan Penutup
Pada Jumat (2/5/2025), saham PTPP terkoreksi 4,41% ke harga Rp 390 per saham, namun naik 9,55% secara mingguan. Saham ADHI terkoreksi 5,48% ke harga Rp 276 per saham, tetapi juga naik 7,81% secara mingguan. Saham WIKA dan WSKT masih dalam suspensi perdagangan.
Secara keseluruhan, kinerja keuangan BUMN Karya pada kuartal I 2025 menunjukkan tantangan yang signifikan. Meskipun terdapat pengurangan utang, penurunan pendapatan dan laba bersih menjadi perhatian utama. Peran pemerintah dan BPI Danantara sangat penting dalam mendorong pemulihan kinerja dan memastikan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Ke depan, pemantauan ketat terhadap kinerja perusahaan dan kebijakan pemerintah akan sangat krusial untuk menentukan prospek jangka panjang BUMN Karya.
									
													




