Jalur kereta api Banjar-Pangandaran, dulunya bagian dari jalur Banjar-Cijulang sepanjang 82 kilometer, kembali menjadi prioritas untuk diaktifkan. Penghentian operasional jalur ini pada 3 Februari 1981, meninggalkan jejak sejarah berupa infrastruktur yang mengagumkan. Salah satunya adalah Terowongan Wilhelmina, bukti nyata kemajuan teknologi konstruksi masa kolonial Belanda.
Reaktivasi jalur ini diperkirakan membutuhkan dana yang cukup besar. Proyek ambisius ini menjanjikan aksesibilitas dan kemajuan ekonomi bagi wilayah tersebut.
Terowongan Wilhelmina: Warisan Sejarah di Jalur Mati
Terowongan Wilhelmina, dengan panjang 1.127,1 meter, dinobatkan sebagai terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Lokasinya di Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Terowongan ini menembus pegunungan andesit yang masif. Konstruksinya membutuhkan teknologi canggih dan tenaga kerja dalam jumlah besar, menjadikannya proyek infrastruktur yang luar biasa pada zamannya.
Nama “Wilhelmina” diambil dari nama Ratu Belanda yang berkuasa pada masa pembangunan. Namun, masyarakat sekitar lebih mengenalnya dengan sebutan Terowongan Sumber.
Tantangan Geografis dan Solusi Strategis
Jalur kereta api Banjar-Cijulang melewati medan yang sangat menantang. Pegunungan dan lembah di selatan Jawa Barat mengharuskan pembangunan jalur dengan banyak tikungan untuk menghindari tanjakan terjal.
Namun, banyaknya tikungan membuat jalur kereta menjadi tidak efisien. Pembangunan terowongan, seperti Terowongan Wilhelmina, menjadi solusi strategis untuk mengatasi hal tersebut.
Terowongan Wilhelmina menjadi penghubung vital antara Kalipucang dan Lembah Parigi. Keberadaannya merupakan bukti kecerdasan manusia dalam mengatasi tantangan geografis.
Reaktivasi Jalur dan Potensi Pengembangan
Rencana reaktivasi jalur kereta api Banjar-Pangandaran mendapat prioritas tinggi. Proyek ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di wilayah tersebut.
Terowongan Wilhelmina, sebagai bagian penting dari jalur tersebut, perlu dijaga kelestariannya. Nilai sejarah dan arsitekturnya merupakan aset berharga yang perlu dipelihara.
Selain aspek ekonomi, reaktivasi jalur ini juga menawarkan potensi pengembangan wisata sejarah dan budaya. Terowongan Wilhelmina dapat menjadi salah satu daya tarik wisata yang unik.
Pembangunan kembali jalur kereta api Banjar-Pangandaran bukanlah hanya sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga upaya pelestarian warisan sejarah. Proyek ini berpotensi besar untuk meningkatkan aksesibilitas, perekonomian, dan pariwisata di wilayah tersebut. Terowongan Wilhelmina, dengan kemegahan dan sejarahnya, akan tetap berdiri sebagai saksi bisu kemajuan teknologi masa lalu dan harapan akan masa depan yang lebih baik.





