Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kembali dihembuskan wacana perubahan nama menjadi Daerah Istimewa Minangkabau. Gagasan ini telah bergulir beberapa tahun terakhir, dan perkembangannya menarik untuk ditelusuri.
Sejarah Usulan Perubahan Nama Sumatera Barat
Pada 2021, Anggota DPR RI Komisi II, Guspardi Gaus, mendukung perubahan nama tersebut. Beliau berpendapat hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945.
Tim Kerja Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM) bahkan telah menyelesaikan Naskah Akademik (NA) terkait. Guspardi menilai ini sebagai langkah maju yang positif.
Argumentasi Mendukung dan Menentang Daerah Istimewa Minangkabau
Namun, Prof. Asrinaldi dari Universitas Andalas (Unand) menekankan perlunya alasan khusus untuk mengusulkan status Daerah Istimewa (DI). Alasan tersebut harus kuat dan membedakan Sumbar dari provinsi lain.
Adat, budaya, atau sistem kekerabatan matrilineal, menurut Prof. Asrinaldi, belum cukup kuat. Sebab, setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan adat dan budaya masing-masing.
Keunikan Adat Minangkabau
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, khususnya Pasal 5 huruf C, telah mengatur keistimewaan Sumbar, terutama prinsip “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS SBK).
Peran Historis Minangkabau
Peran Sumbar sebagai Ibu Kota Negara pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi (1948) bisa menjadi pertimbangan. Namun, Prof. Asrinaldi meminta kajian akademis mendalam.
Selama ini, belum ada keistimewaan khusus dari pemerintah pusat terkait peran historis tersebut. Riset dan pelibatan sejarawan diperlukan untuk menguatkan argumen ini.
Posisi LKAAM dan Langkah ke Depan
Ketua LKAAM Provinsi Sumbar, Fauzi Bahar, menyatakan beberapa alasan kuat untuk mengajukan DI Minangkabau. Sistem kekerabatan matrilineal menjadi salah satu keistimewaan yang diunggulkan.
Keterikatan Minangkabau dengan sejarah kemerdekaan Indonesia juga menjadi argumen penting. Bukittinggi sebagai Ibu Kota PDRI dan tokoh-tokoh penting dari Sumbar, seperti Wakil Presiden pertama, menjadi poin pendukung.
LKAAM dan pihak terkait tengah menyusun rencana pengusulan DI Minangkabau kepada pemerintah pusat. Langkah ini dianggap tepat mengingat sejarah dan keunikan Minangkabau.
Wacana perubahan nama Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau masih terus bergulir. Meskipun terdapat dukungan dan argumen yang kuat, kajian akademis yang mendalam dan alasan yang komprehensif tetap diperlukan untuk meyakinkan pemerintah pusat. Perdebatan ini menunjukkan dinamika pemahaman mengenai identitas dan otonomi daerah di Indonesia.
