Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru. Gugatan tersebut meminta diskualifikasi pasangan calon Erna Lisa Halaby dan Wartono.
Sidang gugatan digelar pada Kamis, 15 Mei 2025. Terdapat dua gugatan terkait Pilkada Banjarbaru yang didaftarkan di MK, dengan nomor perkara 318 dan 319.
Tuduhan Intimidasi dan Pencabutan Izin LPRI
Syarifah Hayan, perwakilan LPRI, mengatakan pihaknya mengalami intimidasi dan tekanan. Salah satu bentuk intimidasi tersebut adalah pencabutan izin LPRI sebagai lembaga pemantau pemilu.
Syarifah merasakan pencabutan izin tersebut sebagai upaya untuk menghalangi proses hukum yang sedang mereka tempuh.
Meskipun mendapat tekanan untuk mencabut gugatan, Syarifah menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkan proses hukum di MK.
Dugaan Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM)
Kuasa hukum pemohon, Muhamad Pazri, mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran TSM selama PSU Pilkada Banjarbaru.
Pelanggaran tersebut meliputi praktik politik uang, ketidaknetralan aparatur negara, dan intimidasi terhadap pemilih dan pemantau pemilu.
Pazri menyebut fenomena ini sebagai “DUIToktasi,” merujuk pada dugaan praktik politik uang dan intimidasi yang merusak proses demokrasi.
Keterlibatan Pihak Eksternal dan Kejanggalan PSU
Pazri juga menyinggung dugaan keterlibatan direktur BUMN yang merupakan relawan salah satu pasangan calon.
Berdasarkan perhitungan pemohon, pasangan Erna-Wartono seharusnya hanya memperoleh 31,5% suara sah. Tingginya suara tidak sah, mencapai 68,5%, menimbulkan kecurigaan.
Denny Indrayana, kuasa hukum lainnya, menambahkan praktik politik uang diduga terjadi hampir di seluruh kecamatan.
Denny juga menunjuk Ketua RT sebagai pihak yang diduga terlibat dalam kemenangan pasangan Erna-Wartono.
Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan PSU, seperti kurangnya panduan teknis di TPS, perbedaan DPT antara Pilkada sebelumnya dan PSU, minimnya sosialisasi, dan distribusi undangan yang tidak merata.
Permohonan Pembatalan Hasil PSU dan Diskualifikasi Pasangan Calon
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025.
Pemohon juga meminta diskualifikasi pasangan Erna-Wartono dan meminta KPU RI mengambil alih penyelenggaraan pemilihan ulang Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru pada 27 Agustus 2025.
Pemohon meminta pemilihan ulang dilakukan dengan mengulang seluruh tahapan pemilihan.
Sidang gugatan ini menjadi sorotan publik, mengingat dugaan pelanggaran yang cukup serius dan dampaknya terhadap integritas proses demokrasi di Banjarbaru. Hasil keputusan MK nanti akan sangat menentukan nasib Pilkada Banjarbaru dan menjadi preseden penting untuk penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.
