Kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memberlakukan pajak 25 persen untuk kendaraan dan suku cadang impor, berpotensi menimbulkan dampak tak terduga. Langkah ini, yang diklaim bertujuan melindungi industri otomotif AS, justru bisa menguntungkan kompetitornya, terutama China.
Dampak Tarif Impor AS terhadap Industri Otomotif Global
Gedung Putih berargumen bahwa tarif impor akan melindungi industri otomotif domestik, memperkuat basis industri dan rantai pasok AS. Impor kendaraan dan suku cadang ke AS dari Meksiko, Jepang, Jerman, Korea, dan Kanada pada tahun lalu mencapai angka fantastis, yaitu US$ 475 miliar (sekitar Rp 8.000 triliun).
Namun, langkah ini dinilai paradoksal mengingat ‘perang dagang’ yang diinisiasi Trump sejak tujuh tahun lalu telah membatasi ruang gerak produsen otomotif China di AS. Saat itu, Trump mengenakan tarif untuk barang-barang China senilai US$ 380 miliar (sekitar Rp 6.200 triliun).
Keuntungan Tak Terduga Bagi Produsen Mobil Listrik China
Sejak 2027, AS juga akan melarang penjualan perangkat keras atau perangkat lunak yang terhubung ke kendaraan buatan China karena alasan keamanan nasional. Sistem ini, yang umum ditemukan pada kendaraan listrik, memungkinkan pertukaran data melalui Bluetooth, Wi-Fi, atau satelit.
Ironisnya, Wakil Presiden AutoForest Solutions, Sam Fiorani, menilai produsen mobil China justru akan diuntungkan jangka panjang. Dengan pesaing utama seperti Eropa, Jepang, dan Korea Selatan yang terbebani biaya tambahan, produsen China diyakini akan semakin kuat.
Fiorani menambahkan bahwa biaya berbisnis di AS akan merugikan semua produsen otomotif, namun China tidak bergantung pada AS untuk pendapatan signifikan. Keuntungan ini terutama terlihat pada sektor kendaraan listrik, di mana China mendominasi pasar global.
Ancaman Bagi Produsen Suku Cadang AS
China merupakan rumah bagi enam dari sepuluh produsen mobil listrik dengan penjualan tertinggi di dunia. Hal ini memberikan keuntungan kompetitif bagi mereka di tengah kebijakan proteksionis AS.
Tu Le, pendiri dan direktur pelaksana Sino Auto Insights, berpendapat bahwa kebijakan tarif Trump dan dorongan terhadap manufaktur dalam negeri dapat membuat merek AS kurang kompetitif. Investasi yang seharusnya diarahkan pada energi bersih atau infrastruktur malah teralihkan untuk memindahkan pabrik kembali ke AS.
Namun, situasi ini tidak seluruhnya menguntungkan China. Produsen suku cadang otomotif China justru menghadapi tantangan berat karena ketergantungannya pada produsen AS. Industri terkait masih cukup bergantung dan bersinggungan dengan produsen asal Amerika Serikat.
Analisis dan Prediksi Ke Depan
Nick Marro, ekonom utama untuk Asia di Economist Intelligence Unit, menjelaskan bahwa produsen mobil China belum banyak menjual di AS, terutama karena tarif tinggi untuk kendaraan listrik. Namun, produsen suku cadang mobil China masih sangat bergantung pada AS sebagai pasar utama.
Secara keseluruhan, kebijakan proteksionis AS ini menghadirkan dilema. Sementara produsen mobil China berpotensi meraih keuntungan dari melemahnya pesaing, produsen suku cadang mereka harus menghadapi tantangan yang signifikan. Masa depan industri otomotif global tampak semakin kompleks dan penuh ketidakpastian.
Situasi ini menuntut strategi adaptif bagi seluruh pelaku industri, baik di AS maupun di negara-negara lain. Investasi di teknologi, diversifikasi pasar, dan kolaborasi internasional akan menjadi kunci keberhasilan di tengah gejolak geopolitik dan perubahan lanskap industri otomotif.
