Para pelaku usaha di Indonesia mengeluhkan kebijakan cuti bersama dan banyaknya hari libur nasional. Mereka harus tetap membayar gaji penuh karyawan meski produktivitas menurun drastis.
Hal ini menimbulkan keresahan dan mendorong mereka untuk meminta pemerintah mengkaji ulang regulasi terkait hari kerja dan libur. Mereka berpendapat, fokus pemerintah hanya pada hari libur tanpa memperhatikan dampaknya terhadap produktivitas nasional.
Dampak Negatif Hari Libur Terlalu Banyak terhadap Produktivitas
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak negatif libur panjang terhadap produktivitas nasional. Meskipun pemerintah mungkin beranggapan libur panjang dapat meningkatkan perekonomian, realitanya justru sebaliknya.
Bob Azam menuturkan, libur panjang mengakibatkan inefisiensi dan gangguan pada sektor logistik. Lebih parah lagi, produktivitas nasional secara keseluruhan ikut terganggu.
Sebagai contoh, penumpukan barang di pelabuhan Tanjung Priok akibat libur panjang menjadi bukti nyata dampak negatifnya. Gangguan ini berimbas pada seluruh sektor produksi.
Perbandingan Jam Kerja Indonesia dengan Negara Lain
Bob Azam membandingkan total jam kerja tahunan Indonesia dengan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Thailand. Indonesia memiliki total jam kerja sekitar 1.900 jam per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tersebut yang mencapai lebih dari 2.000 jam.
Ia menekankan bahwa di negara lain, jumlah hari kerja ditentukan dengan jelas, berbeda dengan Indonesia yang lebih fokus pada penetapan hari libur. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap jumlah hari kerja efektif.
Meskipun negara-negara lain juga memiliki hari libur nasional, namun jumlah hari kerja tetap dijaga. Mereka menerapkan sistem yang memastikan tidak terjadi penurunan signifikan jumlah hari kerja efektif per tahun.
Usulan Apindo untuk Mengkaji Ulang Regulasi Cuti Bersama
Apindo telah berulang kali mengusulkan kepada pemerintah untuk mengkaji ulang regulasi cuti bersama. Namun, usulan tersebut belum mendapat respons yang signifikan.
Bob Azam berharap pemerintah dapat menetapkan jumlah hari kerja ideal per tahun, misalnya 250 atau 255 hari. Dengan demikian, keseimbangan antara waktu istirahat dan produktivitas dapat terjaga.
Ia juga mencontohkan negara-negara seperti China, Thailand, dan Jepang yang tetap menjaga jumlah hari kerja meski memiliki libur panjang. Ini membuktikan bahwa pengaturan hari kerja yang efektif dapat tetap diterapkan meskipun ada hari libur nasional.
Apindo berharap pemerintah lebih memperhatikan dampak kebijakan cuti bersama terhadap produktivitas nasional. Keseimbangan antara waktu istirahat dan produktivitas kerja sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan adanya kajian ulang regulasi ini, diharapkan dapat tercipta kebijakan yang lebih seimbang dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia tanpa mengorbankan produktivitas nasional.





